Pajak sendiri bisa diartikan sebagai sumber
pendapatan yang di gunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Pajak sendiri termasuk kedalam bagian yang tidak dapat
terpisahkan didalam hal mengelola pendapatan negara yang digunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu pajak sendiri memiliki
posisi yang sangat strategis dalam bertujuan untuk mendukung dan menopang pembangunan
di segala sektor kehidupan bermasyarakat.
Tindak pidana perpajakan di Indonesia menggunakan acuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) selain itu terdapat acuan lainnya seperti aturan hukum pidana formil yang tercantum dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang 16 Tahun 2009 (UU KUP), dan beberapa Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak. Secara singkat dapat disimpulkan jika praperadilan dalam tindak pidana perpajakan menggunakan KUHAP sebagai pidana formil yang kemudian dicabut dan dilengkapi menggunakan beberapa pasal melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Tetapi selain acuan diatas praperadilan tindak pidana pajak, juga merujuk pada Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Sebenarnya penyelarasan atas perundang-undangan dibutuhkan dalam hal melaksanakan hukum acara pidana perpajakan. Dapat disimpulkan sumber Hukum Praperadilan Perpajakan di Indonesia yaitu :
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu UU Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP)
- Putusan Mahkamah Konstitusi (Putusan MK)
- Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016 (PERMA 4/2016) tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan
- Undang-Undang Mahkamah Agung
- Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP)
Dapat disimpulkan secara sudut
pandang sosiologis, Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan jika bahwa
pembayaran pajak oleh wajib pajak tidak diikuti prestasi yang langsung diterima
oleh wajib pajak sehingga masyarakat tetap memiliki pemikiran bahwa pajak
dianggap sebagai suatu hal yang termasuk kedalam beban, sehingga berdampak
menimbulkan sebagian besar wajib pajak tetap tidak memenuhi kewajiban
perpajakan. Bahkan banyak yang melakukan penipuan kewajiban dalam hal membayar
pajak, atau tidak melaksankam pembayaran wajib pajak. Akibat dari sifat wajib
pajak ini yang berdampak menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam pemungutan pembayaran
pajak sehingga menggunakan upaya pemaksaan dari negara untuk melakukan
langkah-langkah aktif dan langkah pemaksaan untuk melaksanakan perintah undang-undang.
Dengan kata lain law enforcement atas terjadinya tindak pidana perpajakan
merupakan senjata utama untuk memastikan masyarakat wajib pajak taat pada pajak.
Secara sudut pandang sosiologis juga, selama tahun 2003 hingga saat ini, sudah banyak masyarakat mengajukan permohonan Uji Materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait adanya masalah dalam pasal-pasal dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi (UUD 1945). Sebagian pasal yang diuji materikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa pasal tersebut ditolak, tetapi juga ada yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebabkan beberapa pasal mengalami perubahan makna yang tentu memiliki dampak pada saat pelaksanaannya. Berikut salah satu pasal KUHAP yang memiliki hubungan sudut pandang sosiologis yang pernah diajukan ujikan materi ke MK dan putusannya. Pasal 80 KUHAP (Putusan MK No. 98/PUUX/2012), Pasal 80 KUHAP dinyatakan inkonstitusional sepanjang frase “pihak ketiga yang berkepentingan” tidak dimaknai termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi masyarakat”.
Baca Juga :
Analisis Sudut Pandang Historis
Analisis Sudut Pandang Yuridis
Dianalisis Oleh :
Muhammad Abror Meizano Gading
(1902056075)
No comments:
Post a Comment